Sembuh dari Autis, Kok Bisa?
Semua Orang tua pasti menginginkan anaknya terlahir normal dalam keadaan sehat wal 'afiat, tak kurang dari satu apapun. Tetapi takdir tak bisa dibendung, apapun itu keputusan Tuhan, pasti selalu yang terbaik. Penyandang autis merupakan orang-orang yang spesial dan istimewa. Sedangkan orang tua yang memiliki anak dengan penyandang autis adalah orang yang mulia.
Sebut saja Fatih, seorang anak dengan penyandang autis. Menurutnya ayahnya, Fatih ini lahir dalam keadaan normal. Tidak ada tanda-tanda jika ada kelainan dari diri Fatih dilihat dari kasat mata. Namun ketika umur 5 tahun, Fatih lebih suka menyendiri. Diajak berkomunikasi pun tidak merespon dengan baik dan tidak ada kontak ketika diajak berbicara, lebih asyik dengan dunianya sendiri. Ketika itu dibawah lah ke dokter dan dokter memvonis kalau Fatih mengidap Autis. Seketika itu rasa sedih dan menyesal menghampiri perasaan sepasang suami Istri tersebut melihat vonis yang diderita oleh anak semata wayangnya tersebut. Namun tidak patah semangat, dari situlah perhatian keluarga mulai tercurah kepada Fatih. Seorang ayahnya yang berkerja sebagai Marketing disuatu perusahaan swasta tersebut bekerja 'mati-matian" demi biaya pengobatan, terapi dan pendidikan anaknya.
Tapi kini, Fatih sudah beranjak dewasa dan berangsur-angsur menunjukkan gejala yang lebih baik dari. Yang terpenting adalah Fatih harus selalu diajak berkomunikasi. Memang ada pola komunikasi khusus yang digunakan untuk pasien dengan menyandang Autis ini. Komunikasi mempunyai arti penting untuk semua orang. Peningkatan kualitas komunikasi sangat diperlukan terutama pada pasien dengan penyandang Autis. Potensi kecerdasan pada anak ini sangat baik, namun tidak dikenali oleh orang-orang sekitar karena kurangnya kualitas komunikasi. Maka tak jarang orang-orang menyatakan kalau anak penyandang Autis tersebut bodoh, biang keributan, dll.
Menurut Psikiater dan Pemerhati autisme, dr. Kresno Mulyadi, Sp. KJ, Autis dapat disembuhkan melalui terapi yang intesif dan terpadu. Jika ada yang berpendapat autisme sudah baku dan tidak bisa disembuhkan, itu adalah paradigma lama, (AntaraNews)
Terapi yang dapat dilakukan adalah:
- Terapi Perilaku, Yaitu menggunakan metode yang dikembangkan oleh Ivar Lovaas dari UCLA yaitu konsep Aplied Behavior Analysis (ABA). Terapi ini dilakukan selama 40 jam perminggu selama dua tahun, karena didalam penelitian terdapat peningkatan IQ yang besar pada penyandang Autisme ini
- Kemudian yang dilakukan selanjutnya bagi pasien anak dengan Autisme ini harus melakukan diet tidak mengkonsmsi tepung terigu, coklat dan susu. Kenapa demikian ? karena berdasarkan penelitian makanan tersebut akan memperparah kondisinya. dimana penyandang Autis ini terjadi peningkatan daya serap berupa protein, sehingga protein yang seharusnya tidak lolos menjadi masuk ke dalam peredaran darah hingga menuju otak. Oleh karena itu, pasien dengan penyandang Autis, diet gula, terigu dan coklat akan memperbaiki fungsi-fungsi abnormal pada otak sehingga syaraf pusat akan bekerja lebih baik dan berbagai gejala autis bisa berkurang dan bahkan hilang
- Selain itu terapi lain sebagai penunjang berupa terapi medikamentosa , okupasi, wicara , bermain dan terapi khusus. Kunci dari semua ini adalah terapi dini, intensif dan terpadu. Di Indonesia banyak penyandang Autis yang sembuh dengan terapi tersebut dan berhasil menyelesaikan pendidikan hingga meraih gelar sarjana. (AntaraNews)
No comments