Covid 19 dan Anak-anak
Sejumlah Hipotesis dapat menjelaskan mengenai rendahnya infeksi covid 19 pada anak-anak diantaranya adalah belum matangnya Enzim pengubah angiotensin 2 (ACE2). Dengan rendahnya level enzym ini pada anak-anak sehingga mengakibatkan rendahnya anak-anak terjangkit oleh virus Covid 19. Dengan sistem kekebalan yang belum matang ini, sehingga anak-anak akan sedikit mengalami peradangan dan gejala yang lebih sedikit dan kemungkinan reaktivitas antibodi dengan virus lain (influenza, adenovirus dll), (Elenga, 2020)
Namun demikiam, tidak semua anak-anak mengalami gejala ringan oleh virus covid 19 ini, karena masih ada data terbatas mengenai resiko besar yang terjadi pada anak-anak, sehingga ini harus tetap dikategorikan sebagai yang beresiko.
Beberapa obat Teraupetik yang diberikan pada orang dewasa telah dilaporkan tidak sesuai dengan anak-anak. Perawatan pada anak harus diberikan perhatian khusus.
Informasi mengenai pengobatan covid 19 pada anak-anak masih cukup terbatas. Tinjauan sistematis sebelumnya hanya menjabarkan alternativ pengobatan menggunakan pengobatan tradisonal cina (Ang et al, 2020).
Virus SARS-Cov memiliki banyak spesies namun memiliki beberapa protein yang sama, yaitu Glikoprotein S yang bertanggung jawab terhadap interaksi virus, proteinase yang terlibat dalam replikasi virus yang sebelumnya dapat dihambat oleh Lopinavir + Ritonavir yang telah terbukti pada virus Cov pada hewan dan secara acak pada manusia, namun hasil ini dianggap tidak meyakinkan karena mengalami potensi bias seleksi.(Chan et al., 2015)
Cloroquin biasa digunakan untuk melawan Malaria dan penyakit autoimun karena dapat meningkatkan pH endosom sehingga menghambat fusi sel virus dan mengganggu glikosilasi seluler reseptor SARS-CoV. Sehingga Cloroquin berpotensi menjadi obat antivirus dengan spektrum luas dan selain itu juga Kloroquin juga memiliki kemampuan memodulasi aktivitas kekebalan yang berpotensi meningkatkan efek antivirus in vivo (Lee et al., 2015; Wang et al, 2020)
Prinsip pengobatan pada anak harus mengikuti gejala yang ditimbulkan dengan meminimalisir pemberian obat anti virus. Terapi suportif masih menjadi pilihan..
No comments