Obat Covid ??
Klorokuin dan hidroklorokuin
Klorokuin merupakan antimalaria yang dikembangkan pada tahun 1934. Hidroklorokuin merupakan analog klorokuin yang dikembangkan pada tahun 1946. Hidroklorokuin yang digunakan untuk terapi penyakit autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik, serta juga sebagai antimalaria. Mekanisme aksi klorokuin dan hidroklorokuin sebagai terapi SARS-CoV-2 adalah dengan cara meningkatkan pH endosom, menghambat glukosilasi reseptor ACE-2 sehingga mengganggu ikatan virus dengan reseptor. Klorokuin dan hidroklorokuin memiliki efek imunomodulator, dan dihipotesis efek ini merupakan mekanisme potensial untuk mengobati Covid-19. Namun, menurut (COVID 19 Treatment Guidelines Panel, 2020) tidak merekomendasikan penggunaan klorokuin dan hidroklokuin dengan azitromisin maupun tanpa azitromisin baik pada pasien rawat inap maupun rawat jalan Covid-19, kecuali pada uji klinis.
Lopinavir/ Ritonavir
Lopinavir/ ritonavir merupakan obat yang disetujui FDA sebagai anti-HIV (Sanders et al., 2020). Lopinavir/ ritonavir bekerja sebagai inhibitor protease pada virus HIV. Sedangkan, mekanisme aksi lopinavir/ ritonavir pada SARS-CoV-2 adalah menghambat 2 enzim protease (3-chymotrypsin-like protease (3CLPro) dan papain-like protease yang bertanggung jawab terhadap pemotongan poliprotein menjadi RNA-dependent RNA polimerase dan helicase (Zumla et al., 2016). Meskipun pada uji secara in vitro lopinavir/ ritonavir memiliki aktivitas terhadap SARS-CoV-2, namun memiliki indeks selektivitas yang rendah, artinya membutuhkan dosis yang lebih tinggi daripada level toleransi obat untuk mendapatkan hasil yang signifikan (Chen et al., 2020). Maka dari itu, menurut (COVID-19 Treatment Guidelines Panel, 2020) tidak merekomendasikan penggunaan lopinavir/ ritonavir pada terapi Covid-19, kecuali pada uji klinis.
Remdesivir
Remdesivir merupakan prodrug nukleotida dari analog adenosin yang diberikan secara intravena. Remdesivir mengikat RNA-dependent RNA polimerase virus, sehingga menghambat replikasi virus melalui terminasi prematur transkripsi RNA. Pada studi in vitro, hewan uji yang diberi perlakuan remdesivir terbukti memiliki level virus yang rendah dan kerusakan virus yang kecil dibandingkan dengan hewan kontrol (Williamson et al., 2020). Remdesivir merupakan obat yang disetujui oleh FDA sebagai obat terapi Covid-19 pada pasien rawat inap dewasa dan pediatrik (umur ≥ 12 tahun dan berat ≥ 40 kg) dan sebagai penggunaan darurat pada pediatrik berat badan < 3,5 kg sampai < 40 kg atau < 12 tahun ≥ 3,5 kg (COVID-19 Treatment Guidelines Panel, 2020).
Kortekosteroid
Penggunaan rasional kortikosteroid adalah menurunkan respon inflamasi di paru – paru yang bisa mengakibatkan injuri paru – paru akut dan sindrom respiratori distres akut (ARDS) (Russell et al., 2020). Pasien dengan Covid-19 yang parah dapat menyebabkan respon inflamasi sistemik yang mengakibatkan injuri paru – paru dan disfungsi organ multisistemik. Pada uji acak, multicenter, dan open label pada pasien rawat inap Covid-19 yang diberikan dexamethason menunjukkan kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang diberikan pelayanan standar. Benefit tersebut teramati pada pasien yang menggunakan ventilator atau suplemen oksigen tambahan, tetapi benefit tidak terlihat pada pasien yang tidak menggunakan ventilator atau alat bantu oksigen (COVID-19 Treatment Guidelines Panel, 2020)
Oseltamivir
Oseltamivir (oseltamivir fosfat) merupakan inhibitor neuranidase dan prodrug yang dimetabolisme oleh esterase plasma dan hepar menjadi bentuk aktif oseltamivir karboksilat. Oseltamivir merupakan terapi dan preventif yang disetujui pada influenza tipe A dan B. Oseltamivir karboksilat bekerja dengan berinteraksi dengan neuronidase, sehingga terjadi perubahan konformasi di dalam sisi aktif enzim dan menghambat aktivitas virus. Penghambatan neuronidase menurunkan penyebaran virus di dalam saluran pernapasan (Acosta, 2018; Dou et al., 2018). Menurut penelitian (Choy et al., 2020), oseltamivir tidak memiliki aktivitas melawan SARS-CoV-2.
Terapi Penunjang Vitamin C
Vitamin C (Asam askorbat) merupakan vitamin larut air yang diperkirakan dapat memberikan efek yang menguntungkan pada pasien kritis. Vitamin C merupakan antioksidan dan pengikat radikal bebas yang memiliki aktivitas antiinflamasi, dan mempengaruhi imunitas seluler). Pada pasien yang mengalami stres oksidatif, seperti pada kondisi sepsis dan infeksi yang serius, diasumsikan akan memerlukan lebih banyak asupan vitamin C (Fisher et al., 2011; Wei et al., 2020). Belum terdapat penelitian yang mempelajari potensial penggunaan vitamin C dosis tinggi pada pengurangan inflamasi dan sindrom respiratori distres akut pada pasien Covid-19. Sehingga belum cukup data untuk menyimpulkan rekomendasi penggunaan vitamin C pada terapi Covid-19 (COVID-19 Treatment Guidelines Panel, 2020).
Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang berperan dalam metabolisme mineral dan tulang. Dikarenakn reseptor vitamin D diekspresikan pada sel B dan sel T, dan sel pengenal antigen, serta sel – sel tersebut dapat mensintesis metabolit aktif vitamin D, maka vitamin D memiliki potensial dalam memodulasi respon imun bawaan dan adaptif (Aranow, 2011). Defisiensi vitamin D (25- hidroksivitamin D ≤ 20ng/ml) sangat umum terjadi pada pasien lansia, pasien dengan obesitas dan hipertensi. Faktor - faktor ini diasosiasikan pada luaran yang buruk pada pasien Covid-19. Pada studi observasional, vitamin D yang rendah dikaitkan dengan peningkatan kasus pneumonia komunitas pada pasien lansia (Lu et al., 2018) dan anak- anak (Science et al., 2013). Peran vitamin D pada Covid19 masih belum diketahui. Penggunaan rasional vitamin D didasarkan pada efek imunomodulator yang berpotensi dapat melindungi diri dari Covid-19 atau mencegah keparahan penyakit (COVID-19 Treatment Guidelines Panel, 2020).
Zink
Peningkatan konsenterasi zink intraseluler secara efisien dalam merusak replikasi RNA virus (te Velthuis et al., 2010). Penggunaan zink jangka panjang (>10 bulan) dikaitkan dengan defisiensi mineral tembaga yang dapat mempengaruhi hematologi, seperti anemia dan leukopenia. Penggunaan zink dalam pencegahan dan terapi pada Covid-19 masih dalam evaluasi uji klinik (COVID19 Treatment Guidelines Panel, 2020).
Plasma Convalescent
Plasma convalescent adalah plasma dari donor yang sebelumnya telah dinyatakan sembuh dari Covid-19. Plasma convalescent dapat mengandung antibodi terhadap SARS-CoV-2 yang dapat membantu menekan virus dan respon inflamasi (Wang et al., 2020). Penelitian pemberian plasma convalescent dilakukan oleh Mayo Clinic’s expanded Access Program pada >70.000 pasien. Pada penelitian tersebut disimpulkan pasien yang menerima plasma convalescent dengan titer antibodi yang tinggi dari SARS-CoV-2 lebih memiliki luaran kinik yang lebih bagus dibandingkan dengan titer yang lebih rendah jika diberikan pada pasien nonintubasi dalam 72 jam setelah diagnosis Covid-19. Berdasarkan hal tersebut, FDA memberikan izin penggunaan darurat pada penggunaan plasma convalescent sebagai terapi Covid-19 (Food and Drug Administration (FDA), 2020).
Baca Juga : Mengenal Corona Virus Disease 2019
No comments